CANDI BARONG Menanti Senja Ditemani Senyum Para Kala Barong

Dua buah ratna (puncak candi agama Hindu) lamat-lamat tampak dari balik jejeran pohon-pohon penghuni Bukit Batur Agung saat menyusuri jalan di tenggara kompleks Keraton Ratu Boko. Pernah sesaat hilang, lalu terlihat kembali dalam bentuk komplitnya. Di Dusun Candisari, Sambirejo, Prambanan, dua buah candi ” kembar ” nan gagah berdiri diatas pelataran tiga tingkat yang luas. Dialah Candi Barong, tempat memuja Dewa Wisnu serta Dewi Sri yang tidak lain yaitu dewi kesuburan oleh orang-orang Hindu yang saat itu bertani. Mereka demikian menginginkan anugerah kesuburan diatas bukit karst yang penuh cadas.

Menurut histori, candi yang diprediksikan di bangun pada era ke-9 serta 10 ini sesungguhnya bernama Candi Suragedug. Tetapi, hiasan saat (sosok raksasa menyeramkan yang umumnya hiasi gerbang atau pintu masuk candi) berupa barong di setiap segi bangunan candi yang demikian khas bikin orang-orang seputar lebih suka menjulukinya Candi Barong. Kala-kala barong di candi ini dalam mitologi Hindu diakui juga sebagai makhluk penjaga kesucian bangunan. Alih-alih menyeramkan seperti saat pada bangunan yang lain, barong-barong ini jadi berkesan memberi senyumannya. Terkecuali barong, ornament unik lain yang hiasi candi ini yaitu Ghana, si raksasa kerdil yang menyokong relung candi. Selain Candi Barong Yogyakarta ini juga masih memiliki objek wisata baru yang mungkin dapat menjadi kunjungan anda berikutnya yaitu Jogja Bay.

Tidak sama dengan candi-candi lain di sekelilingnya yang mempunyai bilik (ruang dalam candi), Candi Barong di bangun tidak ada bilik di dalamnya, cuma ada relung yang dulunya berperan untuk menempatkan arca. Tetapi sayang, tidak ada arca, lingga maupun yoni yang tampak sekarang ini. Dewa Wisnu serta Dewi Sri berbentuk arca juga tidak lagi tinggal disini. Keseluruhannya, bangunannya simpel saja, tidak ada relief-relief cerita pewayangan maupun pahatan dewa dewi disana sini. Tetapi, saat menapaki satu persatu undakan menuju ke candi, kita bakal rasakan sisa-sisa kejeniusan orang-orang lokal saat silam. Pelatarannya yang luas serta ada diatas bukit seakan berikan sedikit celah untuk setiap orang yang datang untuk nikmati luasnya cakrawala. Kegiatan beberapa petani di seputar candi saat memproses ladang serta sawah seolah menuturkan argumen kenapa candi ini berdiri.

Ia di bangun menghadap ke barat, tempat dimana matahari menyudahi hari. Tidak perlu saat lama untuk melingkari keseluruhnya bangunannya. Namun nikmati panorama di sekitarnya, tidak mungkin saja cukup sebentar saja. Makin sore, panorama di candi juga makin indah. Matahari makin bersahabat serta tidak demikian menyengat. Nada angin yang bermain dengan dedaunan di sekelilingnya demikian merdu menentramkan. Aihhh… terasa tidak ingin pulang hingga matahari betul-betul menghilang..

Baca juga : Harga Tiket Jogja Bay