Grace Natalie Bikin Partai PSI, Presenter Cantik Isyana Bagoes Oka Ikut Gabung

Setelah Grace Natalie mendirikan Partai Solidaritas Indonesia, sejumlah rekannya bergabung. Presenter cantik Isyana Bagoes Oka bahkan mengirim surat pamit kepada para pemimpin redaksi sejumlah media mengabarkan bergabung dengan Grace.

“Saya menulis surat terbuka ini, agar publik secara luas tahu bahwa sejak saya kirimkan surat ini, maka saya secara resmi bukan lagi seorang jurnalis. Surat terbuka ini adalah penghormatan saya pada profesi dan etika jurnalistik. Saya tidak ingin publik masih melihat saya sebagai seorang jurnalis, setelah saya memutuskan terjun ke politik. Sikap dan perkataan saya tentu bukan lagi pernyataan seorang jurnalis yang tidak berpihak,” kata Isyana dalam surat terbuka yang dikirim ke detikcom, Senin (15/6/2015).

Surat terbuka tersebut dikirim bersama sekeranjang mawar putih segar nan harum. Dalam surat tersebut Isyana menyebut alasannya meninggalkan dunia jurnalistik yakni karena tergugah membantu Grace Natalie yang lebih dulu memilih jalan mendirikan PSI, bahkan menjadi Ketua Umum PSI.

“Bukan karena saya menganggap politisi lebih mulia dan lebih baik dari menjadi jurnalis. Tapi karena saya melihat bahwa Grace membutuhkan lebih banyak sahabat yang baik di sekitarnya. Pekerjaan dan cita-cita Grace terlalu besar untuk ia jalani sendiri,” terang perempuan 34 tahun ini.

Berikut surat terbuka Isyana Bagoes Oka selengkapnya:

Senior dan sahabat jurnalis yang saya cintai,
Saya merasa hidup ini ibarat sebuah rundown berita televisi. Ada konten, segmentasi dan tentu saja durasi. Tanpa rundown yang jelas, sebuah program berita bisa berantakan. Begitu pentingnya rundown, sehingga setiap detik program berita televisi sudah termasuk di dalamnya. Itu sebabnya, di balik rundown yang baik, ada tim yang solid dan profesional dengan integritas tinggi.

Bukan proses perenungan yang mudah sampai saya akhirnya menjadikan surat saya ini sebagai segmen terakhir rundown hidup saya sebagai seorang jurnalis. Banyak yang sudah saya pelajari dari senior dan sahabat saya sesama jurnalis. Berawal dari Trans TV, TV7 hingga RCTI, sampai menjadi presenter lepas di Metro TV dan beberapa stasiun TV lainnya. Tentu selain senior dan sahabat, guru terbaik saya adalah masyarakat Indonesia, pemegang kedaulatan atas frekuensi dan informasi. Untuk mereka semua juga saya tulis surat terbuka ini.

Senior, sahabat dan masyarakat Indonesia yang saya cintai,
Saya menulis surat terbuka ini, agar publik secara luas tahu bahwa sejak saya kirimkan surat ini, maka saya secara resmi bukan lagi seorang jurnalis. Surat terbuka ini adalah penghormatan saya pada profesi dan etika jurnalistik. Saya tidak ingin publik masih melihat saya sebagai seorang jurnalis, setelah saya memutuskan terjun ke politik. Sikap dan perkataan saya tentu bukan lagi pernyataan seorang jurnalis yang tidak berpihak.

Semua berawal saat saya mendengar Grace Natalie mendirikan sebuah partai politik baru, Partai Solidaritas Indonesia. Saya tidak meragukan Grace, saya justru ingin tahu, apa yang membuat Grace tertarik berpolitik. Banyak hal yang kami perbincangkan, mulai dari politik itu sendiri, pengalaman yang masih muda di politik, sampai tentang hal yang amat penting bagi kami sekarang, menjadi seorang ibu serta keinginan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak kami dan seluruh anak Indonesia.

Ibarat rundown yang bisa berubah, demikian pula rundown hidup saya. Bukan karena saya menganggap politisi lebih mulia dan lebih baik dari menjadi jurnalis. Tapi karena saya melihat bahwa Grace membutuhkan lebih banyak sahabat yang baik di sekitarnya. Pekerjaan dan cita-cita Grace terlalu besar untuk ia jalani sendiri.

Senior, sahabat dan masyarakat Indonesia yang saya cintai,
Layaknya rundown, ada opening atau pembuka, ada pula closing atau penutup. Surat terbuka ini adalah segmen terakhir dalam rundown hidup saya sebagai jurnalis televisi, yang saya persembahkan sebagai rasa hormat kepada seluruh insan media yang telah memberi saya banyak pengalaman, pelajaran dan bahkan membentuk diri saya hingga saat ini. Sungguh sebuah kehormatan besar pernah menjadi bagian jurnalisme Indonesia yang selalu berusaha membela demokrasi dan kemanusiaan. Sekali lagi, ini bukan keputusan yang mudah, sama tidak mudahnya dengan rundown baru yang telah menunggu saya pada hari-hari mendatang.

Di penutup segmen terakhir ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya, jika pernah terselip kesalahan maupun kekhilafan, sungguh kesalahan itu adalah juga bekal saya yang sangat berharga di tugas berikutnya.