Brimob Berhijab dari Aceh, Wanita Canti Ini Bripda Nina

BANDA ACEH – Perempuan ini gagah dengan seragam serba hitam bertulisan ‘Polisi’ di dada. Wajah cantiknya anggun terbungkus jilbab, berpadu kacamata hitam. Kepalanya dilindungi helm baja. Dia membidik dengan senapan mesin jenis Steyr AUG, sambil berjalan ‘menembak’ sasaran.

Begitulah Bripda Nina Oktoviana memperagakan kemampuan tempurnya di rumah latihan Datasemen Gegana Polda Aceh di Banda Aceh, Senin (2/2/2015).

Dalam beberapa hari terakhir, Nina menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah seseorang memposting foto perempuan cantik ini dengan seragam Gegana. Pujian mengalir bukan saja karena ia sebagai personil Perlawanan Teror (Wanteror), profesi menantang yang identik dengan laki-laki. Tapi juga kesetiaannya mengenakan jilbab.

“Saya tidak merasa minder berada diantara banyak pasukan laki-laki,” kata gadis kelahiran Samahani, Aceh Besar 24 Oktober 1993 ini.

Nina merupakan satu-satunya perempuan yang menjadi pasukan elit Polri di Aceh. “Dalam wanteror laki perempuan tidak ada beda, yang penting kerjasama tim,” tambahnya.

Setelah lulus dari SMK Penerbangan Banda Aceh tahun 2013, Nina tak seperti teman-temannya yang melanjutkan pendidikan atau karir ke dunia penerbangan. Ia memilih masuk Sekolah Polisi Wanita Ciputat, Jakarta 2014. Cita-citanya menjadi polisi sudah tertanam sejak SD.

Dalam riwayat keluarganya, tak ada polisi. Ayahnya Ismail hanya seorang PNS di Pemkab Aceh Besar, sedang ibunya Mawarni adalah ibu rumah tangga. “Kakak saya bidan, abang masih kuliah. Cuma saya yang jadi anggota (polisi). Tapi orangtua tetap dukung yang penting saya nyaman,” terangnya.

Pada Juli lalu, Nina ditarik jadi pasukan Brimob Polda Aceh. Atas permintaannya, ia kemudian ditempatkan di Datasemen Gegana. Uniknya ia menolak dijadikan staf. “Milih kerja di lapangan aja, lebih menantang,” sebutnya.

Nina ingin membuktikan kalau perempuan juga bisa jadi petempur, melawan teroris. “Motto hidup Nina berdoa, usaha, serta pantang menyerah,” ujarnya.

Uniknya, meski tugasnya menantang dan berisiko, Nina tak pernah melepaskan jilbab. Baginya jilbab bukanlah penghalang dalam betempur atau latihan fisik. Malah ia merasa risih jika terbuka aurat. “Saya dari kecil sudah pakai jilbab, nyaman saja tidak terganggu,” pungkasnya.